Selasa, 25 Agustus 2020

Biografi Ir. Rachmad Mohamad n.i., Pioneer Jurusan Fisika Teknik di Indonesia

            Ir. Rachmad Mohamad n.i. adalah salah satu pioneer bagi perkembangan jurusan Fisika Teknik/Teknik Fisika di Indonesia. Beliau adalah alumnus Technische Hogeschool (TH) Delft, fakultas (perguruan tinggi) teknik pertama di Indonesia yang didirikan setelah Perang Dunia I. Beliau pada awalnya mendaftar di Jurusan Elektro. Namun setelah itu beliau sering berindah-pindah jurusan. Karena minatnya pada riset dan penelitian, beliau pindah dari Jurusan Elektro ke Teknik Kimia. Setelah Jurusan Fisika Teknik didirikan, karena minatnya tersebut, beliau akhirnya pindah ke Jurusan Fisika Teknik.

            Beliau berpendapat bahwa setiap bangsa mesti melakukan baik kegiatan rutin maupun kegiatan ilmiah. Kalau tidak, maka bangsa itu tidak akan pintar. Apabila dibandingkan dengan negara seperti Jepang dan negara-negara Eropa, kita terlihat kurang pintar. Hal itu disebabkan mereka gemar melakukan kegiatan ilmiah. Menurut beliau, kegiatan ilmiah inilah yang perlu ditunjang. Kegiatan ilmiah tersebut diwujudkan dalam suatu riset.

             Fisika Teknik menurut beliau adalah sebuah kajian untuk menghasilkan orang-orang yang terdidik secara ilmiah di bidang keteknikan. Beliau mengungkapkan bahwa jurusan-jurusan teknik lainnya seperti Elektro, Mesin, dan Sipil, di aplikasi yang lebih tinggi membutuhkan orang-orang yang pikirannya basically Physics. Beliau mencontohkan pada peristiwa pendaratan di Bulan oleh Amerika Serikat pada tahun 1969 yang membutuhkan orang-orang terdidik dengan pemahaman yang kuat pada konsep fisika untuk membuat kendaraan yang bisa berjalan di Bulan. Hubungan antara ilmu murni yang dipelajari oleh Jurusan MIPA dengan jurusan keteknikan adalah sesuatu yang penting. Ketika orang dari Jurusan MIPA mencetuskan ide baru (berupa teori), tugas orang Jurusan Teknik yang mengaplikasikan. Teori tanpa instrumentasi adalah nonsense menurut beliau. Fisika Teknik adalah jurusan yang menjembatani kedua hal itu.

            Beliau adalah salah satu orang yang berjuang untuk eksistensi dan kemajuan Jurusan Fisika Teknik di Indonesia. Beliau termasuk salah satu dari lima mahasiswa pertama Fisika Teknik di Indonesia. Pada waktu ia masih belajar di Indonesia, tempat ia belajar, TH Delft, adalah sebuah kerjasama antara Indonesia dengan Belanda. Dosen-dosen di jurusan itu adalah orang Belanda yang notabene memiliki pengetahuan instrmentasi, akustika, dan bidang-bidang keteknikan Fisika lain yang belum dimiliki orang di Indonesia. Namun pada masa pengusiran orang Belanda dari Indonesia (sekitar tahun 1957-1958), dosen-dosen itu pun turut terusir. Mahasiswa Fisika Teknik pada saat itu mau tidak mau harus ke luar negeri jika ingin melanjutkan pendidikannya. Maka dari itu, beliau melanjutkan pendidikannya ke Belanda dengan beasiswa dari perusahaan minyak De Bataafsche Petroleum Maatschappiy.

            Sepulangnya dari Belanda, beliau menjadi dosen luar biasa dan setelah itu dosen tetap di ITB. Beliau adalah orang yang mendirikan intrumentasi pertama di ITB. Kemudian, setelah ditawarkan bantuan dari Belanda (saat itu berada pada masa Orde Baru), beliau meminta didirikan instrument center yang akhirnya menjadi Lembaga Instrumentasi Nasional (LIN) yang berada di ITB. Setelah itu terdapat perpindahan tempat LIN beberapa kali. Sampai akhirnya LIN berpindah dari wewenang ITB, karena kurangnya apresiasi terhadap kegiatan ilmiah, ke tangan Lembaga Ilmu dan Pengetahuan Indonesia (LIPI). Beliau pun yang pada saat itu menjabat sebagai wakil direktur LIN harus memilih antara ITB atau LIPI. Akhirnya beliau dipecat dari jabatan itu karena memilih ITB.

            Beliau selalu menekankan akan pentingnya hubungan antara riset dan praktikum. Kembali mengutip perkataan beliau bahwa teori tanpa instrumentasi adalah nonsense, maka dapat diartikan juga riset tanpa praktikum adalah nonsense, vice verca. Maka dari itu adanya sarana dan prasarana untuk memfasilitasi sebuah bidang keilmuan untuk penelitian adalah krusial. Penekanan tersebut didasarkan bahwa seharusnya mahasiswa tidak boleh dipaksa untuk menerima mentah-mentah teori-teori yang diajarkan. Menurutnya, inti dari semua pendidikan itu adalah mengabdi pada kebenaran, yang didapat dari observasi. Jadi, bagaimana bisa menjadi insinyur research yang baik kalau tidak memiliki pengalaman? Bagaimana dapat mendidik sarjana-sarjana Fisika Teknik yang bermutu tanpa laboratorium? Nonsense.  

 

Daftar Pustaka

1.      Suyatman, et al. (2004). Engineering Physics : Antara ‘Fisika Teknik’ dan ‘Teknik Fisika (1st ed.). Bandung : Departemen Teknik Fisika ITB.

           

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar